Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Pergerakan Pemikiran Modern Dalam Islam
Dosen Pengampu : Arsam, M.S.I
Disusun
oleh :
Nama : Siti Iskarimah
NIM : 102331171
Kelas : 5 PAI 4
JURUSAN TARBIYAH
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia dewsa ini merupakan masyarakat peralihan yang
mengalami transformasi sosial, politik ekonomi dan budaya yang cepat serta
memperoleh pengaruh dari dunia luar secara intens, industrialisasi, urbanisasi,
sekulerisasi, polarisasi masyarakat Indonesia yang cendrung menjadi berbagai
kelas merupakan proses yang terus berjalan dengan segala macam implikasinya.
Dalam kontekes perubahan atau pembaharuan inilah organisasi islam yang
berkembang dalam bidang agama dan politik yang banyak di bahas di kalangan
masayarakat luas, dan juga di makalah ini terdapat organisasi organisasi islam
yang berkembang di Indonesia yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan
politik dari prasejarah hinga hingga pembaharuan keislamannya.Organisasi yang
dibahas dalam makalah ini ialah Persatuan Islam atau yang sering disingkat
dengan PERSIS dan Nahdlatul ulama yang sering disingkat dengan NU.
BAB
II
Persatuan Islam didirikan secara
formal pada tanggal 11 September 1923 di Bandung oleh sekelompok umat Islam
yang tertarik pada kajian dan aktivitas keagamaan. [1] pada beberapaa sumber mengatakan bahwa Persatuan Islam berdiri
pada 1 Shafar 1342 H, bertepatan dengan 12 September 1923, kelompok tadarusan
(penelaahan agama Islam ) di Kota Bandung yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan
Haji Muhammad Yunus. Kelompok tadarusan yang berjumlah sekitar 20 orang itu
menelaah, mengkaji, dan menguji ajaran-ajaran Islam yang berkembang di tengah
masyarakat. Yang kemudian sepakat mendirikan organisasi yang diberi nama
Persatuan Islam. Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk
mengarahkan ruhul-ijtihad dan jihad: berusaha sekuat tenaga mencapai harapan
dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu
persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan
persatuan usaha Islam.[2]
PERSIS didirikan dengan
tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa
oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam
tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya
lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam
lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu,
lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan
Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari
Al-Quran dan Hadits (sabda Nabi).[3]
Pendirian Persatuan Islam merupakan
usaha sejumlah umat Islam untuk memperluas diskusi- diskusi tenteng topik-
topik keagamaan yang telah dilakukan pada basis informal selama beberapa bulan.
Umat Islam yang terlibat dalam diskusi- diskusi ini semuanya adalah kelas
pedagang dan berasal dari kelomppok- kelompok keluarga yang dua generasi lebih
awal telah migrasi, karena alasan perdagangan dari daerah Palembang di Sumatera
ke daerah Jawa Barat. Dua tokoh Utama dalam diskusi- diskusi ini adalah Hadji
Zamzam, dan Hadji Mahmud Junus.[4]
Pada waktu berdirinya, umat
terbelenggu oleh fatwa-fatwa tidak berdasar Alquran dan Sunah, hanyut antara
unsur Islam dan unsur pra-Islam.[5]
Nama “Persatuan Islam”
mengisyaratkan rûh al-ijtihâddan jihad, persatuan pemikiran Islam, persatuan
rasa Islam, persatuan usaha Islam, dan persatuan suara Islam.
Di ilhami QS.Ali Imran ayat 103,
yaitu;
“Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”
Dan hadis Nabi Muhammad Saw yang
diriwayatkan oleh Turmuzi: “Kekuatan Allah itu beserta jama’ah”.[6]
Organisasi ini dikenal luas sebauah
gerakan pembaruan Islam ( harakah tajdid ). Misi utamanya adalah
mengembalikan umat Islam kepada Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Persis
lahir untuk menghadirkan Islam yang sesuai dengan kedua sumber hukum Islam
tersebut.[7]
2)
Mohammad Natsir
Mantan Perdana Menteri Indonesia
3)
KH.Ahmad Hassan
Teman Debat Soekarno Ketika di Bandung
4)
Haji
ZamZam Pendiri Persis
5)
Haji
Mohammad Yunus Pendiri Persis
6)
KH.Shidiq Amien Mantan Ketua Umum persis
7)
KH.Ikin Shadikin Ulama Terkemuka Persis
Pada masa awal pembantukannya
keanggotaan awal Persatuan Islam kurang dari dua puluh orang; pada tahun0 tahun
pertama, aktivitas berkisar tentang shalat jum`at ketika orang para anggota
datang bersama- sama dan menyangkut kursus- kursus pengajaran agama yang
diberikan oleh sejumlah anggota Persatuan Islam. Satu- satunya syarat bagi
keanggotaan selama periode awal ini adalah ketertarikan pada agama, dan umat
Islam yang mewakili faksi kaum muda pada mulanya dicatat di antara anggota-
anggotanya.
Setelah keanggotaan Ahmad Hasan pada
tahun 1924, Persatuan Islam Indonesia mendukung prinsip modernisasi secara
terang- terangan menempatkannya dalam barisan Muslim Modernis.
Orientasi pemikiran modernisasi
secara umum diterima oleh sebagian besar anggota Persatuan Islam, tetapi
menyingkirkan anggota- anngota yang menganggap mazhab- maxhab sebagai
pembimbing utama bagi kehidupan religius. Menjelang tahun 1926, perbedaan
antara kecenderungan besar untuki terjadinya perpecahan kelompok yang mendukung
pemisahan diri yang terdiri dari kaum tua, mendirikan organisasi tandingan uang
terkenal dengan Permoefakatan Islam, sedangkan kelompok yang sisanya
mempertahankan nama Persatuan Islam dan menyatakan diri sebagai gerakan Islam
Modern.
Persatuan Islam kurang menekankan
perluasan keanggotaannya, dan sebelum perang dunia ke II, Persatuan Islam masih
merupakan organisasi yang sangat kecil dan agak kendor. Pada 1942 Persatuan
islam mengontrol 6 masjid , yang masing- masing mampu menampung 500 jama`ah
lebih, dan sejumlah cabang di dirikan oleh sebagian simpatisan di bagian kota
besar dan kota kecil.
Sejak awal sekali, pendidikan dalam
Islam dan ilmu- ilmunya ditawarkan di tempat pertemuan Pesatuan Islam di
Bandung, tetapi mata pelajaran dan kelas dilakukan lebih oleh individu-
individu atau kumpulan- kumpulan individu ketimbang oleh organisasi itu
sendiri. Ini merupakan perluasan sistem pesantren dimana guru- guru menempel di
masjid dan mengajar secara sukarela, dengan bergantung pada hadiah dari para
murid dan sawah atau perdagangan untuk penghidupan mereka.
Mengenai persatuan Islam, orang-
orang yang sering memberikan ceramah ialah Haji Zamzam, Ahmad Hasan dan
berbicara dengan kelas dewasa mengenai akidah Islam. Pada tahun 1927 dibuka
kelas untuk murid sekolah Belanda, 1915 memperkenankan pendidikan keagamaan
pilihan untuk diberikan sebagai bagian dari sistem umum pendidikan. Pata tahun
1930, pendidikan Islam didirikan oleh anggota Persatuan Islam A.A. Banama yang
menguunakan fasilitas- fasilitas Persatuan islam untuk melaksanakan kelas
pendidikan dasar pertamanya. Organisasi Pendidikan ini, yang akhirnya dipimpin
oleh Muhammad Natsir pada tahun 1932 mendirikan sekolah menengah pertama MULO
(Meer Uitgrebeid Lager Onderwijs: pendidikan menengah yang lebih diperluas) dan
sekolah pendidikan guru di Bandung, dan di tahun 1938 telah dimulai membuka
sekolah di lima tempat lain di Jawa.
Pada Maret 1936, sistem Pendidikan
persatuan Islam mengalami reorganisasi agar pendidikannya seragam disamping
untuk mengatur bentuk dan menstandarkan isipelajaran yang diberikan oleh guru-
guru. Pendirian Pesantren yang di beri nama Pesantren Persaruan Islam, didirikan
ada empat puluh siswa, kebanayakan dari Jawa.[9]
Perioedikal Pertama yang di
terbitkan oleh Pesantren Islam, yang berjudul Pembela Islam, terbit
pertama kali pada athun 1929, peredaran mencapai kira- kira 2000 eksemplar dan
diijinkan oleh pejabat yang berwenang.
Pada tahun 1931 majalah al Fatwaa
diterbitkan oleh Pembela Islam, diterjemahkan ke dalam bahasa jawi
(arab Pegon; bahasa Melayu yang ditulis dengan huruf Arab). Majalah
didistribusikan di Saumatera, kalimantan dan seluruh Jawa. Setelah tahun 1935,
dengan penutupan Pembela Islam, Persatuan Islam menerbitkan Al Lisan.
Periodikal ini terbit hingga awal tahun 1942, ketika Pendudukan Jepang
dimulai.[10]
Untuk mempermudah pemahaman-
pemahaman istilah agama, Ahmad Hassan mengembangkan sistem transliterasi dimana
istilah- istilah agama dalam bahasa Arab yang tak terjemahkan bisa ditertapkan huruf-
huruf Indonesianya yang akan membantu pembaca dalam memngucapkannya.[11]
Aspek terakhir aktivitas Persatuan
Islam adalah usaha para anggotanya untuk membela Islam dari apa yang mereka
anggap sebagai ancaman bagi eksistensi atau kemurnian Islam. Sebagai akibatnya,
secara terbuka mereka menantang setiap individu dan organisasi yang mereka
yakini salah paham, salah tafsir atau menyimpangkan akidah dan amaliah yang
benar. Persatuan Islam menantang kaum Nasionalis sekuler yang di pimpin oleh
Soekarno, Nahdlatul Ulama karena mengikuti jurisprudensi klasik dan
mempertahankan pemdapat klasik dalam dalam masalah ritual, dan juga mendebat
kelompok- kelompok modernis.
Pembela Islam dan Al Lisan digunakan sebagai sarana untuk melancarkan
polemik, dan perdebatan terbuka pun di depan umum digunakan untuk membuat
posisinya diketahui mengenai pandangan – pandangan yang dianggapnya salah.[12]
Menurut sumber resmi di kantor
pusatnya di Bandung, keadaan anggota Persatuan Islam pada pertengahan 1963
diperkirakan berjumlah 10.000. keadaan ini barangkali mencakup anggota- anggota
dari organisasi wanita persatuan Islam Istri, organisasi pemuda wanita jam’iyatul
Banat, dan organisasi lelaki Pemuda Persatuan Islam.
Struktur organisasi Persatuan islam
Indonesia dipusatkan pada Badan Pusat di bandung. Di markas pusat ini terdapat
beberapa bagian yang menangani dan mengkoordinasikan kegiatan- kegiatan
organisasi, beberapa bagian dalam organisasi ini, yaitu; bagian tabligh, bagian
Pendidikan, bagian penyiaran, bagian wanita, dan bagian Pemuda.
Cabang- cabang Persatuan Islam
berdiri di seluruh daerah di Jawa Barat dan beberapa daerah di luar Jawa
seperti di Palembang sumatera, dan Bangil Jawa timur. Setiapp cabang
menyelenggarakan kegiatan secara umum berhubungan dengan Pengurus Pusat, dan
pada umumnya kegiatan di cabang lebih konsentrasi dalam bidang Pendidikan,
sehingga hampir setia cabang berdiri satu sekolah.[13]
Ketiika Persatuan islam di tata
kembali pada tahun 1948, Muhammad Isa Anshary menjadi Ketua Umum, ia tetap
dalam posisi itu hingga tahun1961. Muhammad Natsir masih menjalin hubungan dan
sering membantu Bangil dalam pembangunan fasilitas- fasilitas pendidikan pada
tahun 1950-an. Tokoh yang lain diantaranya Ahmad Hassan, Abdurrahman, Hadji
Moehammad MoenawirChalil. Dan terdapat beberapa tokoh setelah revolusi,
diantaranya; Muhammad Ali Alhamidy, Abdulkadir Hassan, putra Ahmad Hassan,
K.H.E. abdullah, K.H.I. Sudibjo, Mohammed bin Salim Nabhan, Abdullah Musa dan
Anwar Katsir.
Sistem Pendidikan Indonesia ada di
Bandung ditangani oleh bagian pendidikan yang sekaligus menjaga kualitas
pendidikan di Bandung. Pada 1963, Persatuan islam menangani sekitar 20 sekolah
denga sekitar 6000 pelajar.
Sekolah dasar ditempuh selama 6
tahun. Selama dua tahun pertama, 75%, dari waktu ke waktu sekolah itu di
alokasikan bagi mata pelajaran agama, 25% bagi mata pelajaran umum.sedangkan
pada 40 ahun terakhir, waktu pendidikan diSekolah Dasar itu di bagi seimbang
antara dua jenis mata pelajaran di atas.
Fasilitas pendidikan tingkat
akademik Persatuan Islam dibangun di Bangil yang terdiri dari dua sekolah yang
terpisah dan berbeda yang kemudian di tutup dan kemudian di buka dan di tata
kembali serta di ganti nama dengan Universitas Persatuan Islam. Universitas ini
memiliki program pendidikan lima tahun. Dan mata kuliahnya sama dengan mata
pelajaran di sekolah Persatuan Islam yang lain, yakini Bahasa Arab, Qur’an,
hadits, Ushul Fiqh, tauhid,dan lain- lain, hanya saja pengkajiannya lebih
diperdalam.[14]
d.
Penerbitan
Majalah Persatuan Islam yang pertama
kali terbit setelah perang adalah Aliran Islam, yang mulai terbit pada
akhir tahun 1948. Setelahnya terbitlah beberapa majalah lain, diantaranya Al
Muslimun,Pembela Islam, Hdjdjatul islam, Risalah, Suara ahlis Sunnah wal
Jama’ah, dan Hikmah[15]. Persatuan
Islam juga membuat karya berupa buku- buku yang tak jaran merupakan permintaan
dan digunanakn oleh sekolah- sekolah sekaligus sebagai karya- karya rujukan
bagi orang- orang yang tyertarik dalam masalah- masalah agama. [16]
Tekanan fatwa Persatuan Islam
setelah masa perang lebih menyuarakan masalah- masalah politik, yang
merefleksikan gagasan umum nasionalisme, dasar filosofis negara, dan kecaman
terhadap kecenderungan politik yang bertentangan dengan tujuan- tujuan politik
utama Islam.
Kebanyakan fatwa- fatwa yang di
keluarkan oleh anggota- anggota Persatuan Islam setelah ,masa perang lebih
banyak berhubungan dengan masalah- masalah ibadah. Mereka berusaha untuk
menghilangkan praktek- praktek tertentu yang tidak berasal dari ajaran Islam yang
sebenarnya.
Kekurangan fatwa- fatwa Persatuan
Islam ialah tidak adanya pembicaraan mengenai masalah- masalah sosial yang
muncul bersamaan dengan kemajuan teknologi dan pembangunan masyarakat dalam 50
tahun yang berlalu, fatwa juga tidak membicarakan tentang keberagamaan kaum
Muslimin di Indonesia.[17]
4. Pembaharuan yang dilakukan Persatuan Islam Indonesia
4. Pembaharuan yang dilakukan Persatuan Islam Indonesia
Dalam kepemimpinan persis periode
pertama (1923-1942) berada di bawah pimpinan H. Zam-zam, Muhammad yunus, Ahmad
hasan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa
penjajahan colonial belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalm menyebarkan
ide-ide dan pemikirannya. Pada masa penduduk jepang (1942-1945), ketika semua
organisasi islam dibekukan, para para pemimpin dan anggot persis bergerak
sendiri-sendiri menentang usaha Niposisasi dalam pemusyrikan ala jepang,hingga
menjelang proklamasi kemerdekaan pasca kemerdekaan, persis mulai reorganisasi
yang telah di bekukan selama penduduk jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941,
kepemimpinan persis di pegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. M.
Isa Anshari, sebagai ketua umum persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman,
Fakhrudin Al-khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dan lain-lain.
Pada masa ini persis dihadapkan pada
pergolakan politik yang belum stabil, pemerintah republik Indonesia seperti
mulai tergiring kearah demokrasi terpimpin yang di rancangkan oleh presiden
Soekarno dan mengarah pada pembentuk negara dan masyarakat dengan ideologi
Nasionalis, agama, komonis (NASAKOM), Setelah berakhirnya periode kepemimpina
K.H. Muhammad Isa Ansshary, kepemimpinan persis di pegang oleh K.H..E. Abdurahman
(162-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan eksternal dengan munculnya
berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu isa bugis,
isa bugis, islam jama’ah, darul hadist, inkarus sunnah, syi’ah, ahmadiyah dan
faham sesat lainnya. Kepemimpinan K.H.E Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A LAtif
Muctar, MA (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses
regenerasi dari tokoh-tokoh persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaan
(pemuda persis).
Pada masa kini persis berjuang
menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realitis dan
kritis, Gerak perjuangan persis tidak terbatas pada persoalan ibadah dalam arti
sempit, tetapi meluas pada persoalan-persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi
meluas kepada persoalan strategis yang di butuhkan oleh umat islam terutama
pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikir keislaman. [18]
Jadi persis pada saat ini sangat
dibutuhkan oleh umat islam terutama pada urusan muamalah dan pengkajian
pemikiran keislaman dan juga gerak perjuangan persis itu tidak terbatas pada
persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi juga meluas pada persoalan
strategis.
Pada dasarnya, perhatian persis
ditujukan terutama pada faham Al-Qur’an dan sunnah, hal ini dilakukan berbagai
macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tablgh,
khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren ),
menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta, serta berbagai aktifitas
keagamaan lainnya, tujuan utmanya adalah terlaksananya syari’at islam secara
kaffa dalam segala aspek kehidupan, untuk mencapai tujuan jam’iyyah, persis
melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang mulai dengan
mendirikan pesaantren persis pada tanggal 4 maret 1936, dari pesantren persis
ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal
(taman kanak-kanak ) hingga perguruan tinggi, kemudian menerbitkan berbagai
buku, kitab-kitb, dan majalah antaralain majalah pembela Islam (1929 ), majalah
Al-fatwa,(1931), Al-lissan (1935), majalah At-taqwa (1937) majalah Al-hikam
(1939), majalah Aliran islam (1948), majalah risalah (1962), serta berbagai
majalah yang di terbitkan di cabang-cabang persis.
Selain pendidikan dan penerbitan,
kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak di
gelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif pimpinan pusat persis maupun
permintaan dari cabang-cabang persis, undang-undang dari organisasi islam
lainnya, serta masyarakat luas.
B. NAHDLATUL ‘ULAMA
B. NAHDLATUL ‘ULAMA
a.
Sejarah NU
Berangkat dari komite dan berbagai
organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu
untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai
kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).
Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar
organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip
dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua
kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai
dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.[19]
Nahdlatul ‘Ulama dilahirkan pada
1926 oleh sejumlah tokoh ulama tradisional dan usahawan jawa timur. Pembentukaanya
sering kali dijelaskan sebagai reaksi terhadap berbagai aktivitas kaum
reformis, Muhammadiyah, kelompok modernis moderat yang aktif dlam gerakan
politik. Rapat pendirian NU berlangsung di Surabaya dan kebanyakan anggota
pendirinya menetap dan bekerja di kota tersebut, namun opriendati dasarnya
bersifat perkotaan.[20]
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham
Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu
dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur
Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat
madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan
antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada
tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran
Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam
bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara.
Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika
sosial dalam NU.
Penuturan Ahmad bin Hanbal
menyebutkan tentang ahlusunnah wal jama’ah:
Ciri- ciri orang beriman penganut
ahlusunnah wal jama’ah; bersyahadat dan mengikakui bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan tiada sekutu bagi- Nya, serta mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya,
dan mengakui segenap yang di ajarkan para Nabi dan Rasul, meyakini da mengakui
apa kyang diucapkannya, serta tidak ragu atas imannya tersebut: tidak
mengkafirkan seorangpun dari penganut tauhid dari adanya dosa yang dilakukan,
mengembalikan segenap keputusan atas persoalan yang samar- samar dan tidak
jelas kepada Allah, serta melimpahkan urusaannya kepada Allah tidak melakukan
perbuatan pelanggaran dan dosa, bahwa perlindungan dari Allah semata, dan
sekaligus menyadari bahwa segala sesuatu sudah di tentukan takdir baik dan
buruknya.: mengaharapkan kebaukan umat Muhammad, memberi rasa tajut kepada
orang- orang yang berbuat dosa dan berbuat krkrliruan diantara mereka, serta tidak
memvonis salah seorang dari umat Muhammad dengan ganjaran Surga atau neraka
karena perbuatan baik atau perbuatan buruk yang dilakukannya sampai Allah
sendiri yang memutuskannya sesuai dengan kehendak-Nya: mengakui hak dan
kebenaran kaum salaf (orang- orang terdahulu) yang dipilih ileh Allah untuk
menjadi sahabat Nabi-Nya, mendahulukan para sahabat Nabi yang pernah di Bukit
Hira....., Bersikap kasih sayang kepada semua sahabat Nabi yang muda maupun
yang tua, gemar mengungkit ungkit keutamaanb dan kelebihan mereka serta menjaga
diri untuk tidak membuka aib perselisihan di antara mereka, dan juga mengakui
baha al Qur’an itu Kalam Allah dan wahyu yanh diturunkan kepada umat manusia
dan bukan makhluk atau di ciptakan, dan bahw iman itu adalah ucapan dan sekaligus,
yanhg bisa bertambah dan bisa juga berkurang.[21]
c.
Organisasi
1)
Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut
paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2)
Dinamika
Prinsip-prinsip dasar yang
dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit.
NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu
menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan
zaman. Prestasi NU antara lain:
a)
Menghidupkan
kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo
dan pendahulunya.
b)
Mempelopori
perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa
menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.
c)
Mempelopori
berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut
memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.
d)
Memobilisasi
perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang
dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
e)
Berubah
menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga
dalam peroleh suara secara nasional.
f)
Memprakarsai
penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh
perwakilan dari 37 negara.
g)
Memperlopori
gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang
dekade 90-an.
3)
Basis Pendukung
Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU)
atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari
beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota
maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara
sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai
ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat
dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya
NU.
Basis pendukung NU ini mengalami
pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga
NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama
ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada
sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya
sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan
dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.
4)
Usaha
a)
Di
bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan
yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
b)
Di
bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan
luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa
NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
c)
Di
bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang
sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
d)
Di
bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil
pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai
dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu
masyarakat.
e)
Mengembangkan
usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan
menjadi yang terbaik bagi masyrakat.
a)
Pengurus
Besar (tingkat Pusat).
b)
Pengurus
Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah.
c)
Pengurus
Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk
kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan
d)
Cabang
Istimewa.
e)
Pengurus
Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil
Cabang.
f)
Pengurus
Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.
g)
Untuk
Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri
dari:
h)
Mustasyar
(Penasihat)
i)
Syuriyah
(Pimpinan tertinggi)
j)
Tanfidziyah
(Pelaksana Harian)
k)
Untuk
Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
i.
Syuriyah
(Pimpinan tertinggi)
ii.
Tanfidziyah
(Pelaksana harian)
6)
Pembaharuan NU
Pada
dasawarsa 1980 dan 1990 terjadi perubahan mengejutkan didalam lingkungan
Nahdatul Ulama ormas terbesar di Indonesia. Perubahan yang paling disoroti
media massa dan sering menjadi bahan kajian akademis ialah proses kembali ke
khitthah 1926: NU menyatakan diri keluar dari politik praktis dan kembali
menjadi jam’iyyah diniyyah, bukan lagi wadah politik, dengan kata lain, sejak
muktamar sutibondo (1984) para kiai bebas berafiliasi dengan partai politik
manapun mksudnya dengan partai golkar dan menikmati kedekatan pemerintah, NU
tidak asing lagi oleh pemerintah, sehingga segala aktifitasnya, pertamuan,
seminar tidak lagi dilarang dan malah sering difasilitasi.[23]
Jadi, dapat di pahami perubahan tersebut merupakan
momentum dalam politik orde baru, NU sebagai politik sunni, yang selalu mencari
akomodasi dengan penguasa.
Terdapat
pula perubahan lainnya dikalangan generasi muda NU terlihat dinamika baru
dengan menjamurnya aktivitas sosial dan intelektual, yang nyaris tak
tertandingi oleh kalangan masyarakat lain, selama ini NU di anggap ormas yang
paling konservatif dan tertutup, dan sedikit sekali punya sumbangan kepada
perkembangan pemikiran keagamaan maupun pemikiran sosial dan politik, prihal
pemikiran keagamaan NU justru didirikan sebagai wadah para kiai untuk
bersama-sam bertahan terhadap garakn pembaharuan pemikiran islm yang di wakili
oleh Muhammadiyah, Al-irsyad dan persis, Nu hanya manerima interprestasi islam
yang tercantum dalam kitab kuning “ortodoks” al-kutub al- mu’tabarah, terutama
fiqh Syafi’I dan aqidah menurut mazhab asy’ari, dan menekan tklid kepada ulama
besar pada masa lalu.
Dengan
latar belakang aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan ekonomi di sekitar
pesantren yang mulai menjamur pada akhir dasawarsa 1970 dan 1980, muncul
wacana-wacana baru, yang berani mempertanyakan interprestasi khazana klasik
yang sudah mapan dan mencari relevansi tradisi islam untuk msyarakat yang
sedang mengalami perubahan secara cepat, merupakan suatu perkembangan revolusioner,
baik daalam aktivitas LSM maupun dalam wacana yang berkembang.
Perhatian
mulai bergeser dari para kiai sebagai tonggak organisasi NU kepada massa besar,
akar rumput yang merupakan mayoritas jama’ahnya tetapi kepentingannya selama
ini lebih sering terabaikan. Dominasi akivitas dan wacana NU dan keturunan
mereka (kaum Gus-gus), telah mulai terdobrak, sebagian besar aktivis dan
pemikir muda yang memberi nuansa kepada NU pada dasawarsa 1980 dan 1990 tidak
berasal dari kasta kiai melainkan dari keluarga awam, yang mengalami mobilitas
sosial, tetapi perlu kita dicatat bahwa mereka bias muncul karena mnendapat
dukungan dan perlindungan dari sejumlah tokoh muda dari kalangan elit seperti,
Fahmi sifuddin, Mustafa bisri, dan Abdurahman Wahid.
Nahdatul
Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Massa Islam yang sangat berperan dalam
pembentukan Masyumi, tokoh NU, K.H. Hasyim asy’ari terpilih sebagai pimpinan
tertinggi masyumi pada saat itu, tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam
pengurusan Masyumi dan karena keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi
sulit dihindari.
Nahdatul
ulama kemudian keluar dari masyumi melalui surat keputusan pengurusan besar
Nahdatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 april 1952 akibat adanya pergesekan
politik diantara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasikan para kiai
NU pada persoalan agamanya saja. Hubungan antara kedua partai tersebut NU
keluar dari partai Masyumi diakibatkan, pergesekkan politik kaum intelektual
partai Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU yang mengurusi pada
persoalan agama saja[24]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari uaraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa pembaharuan
yang dilakukan oleh Persatuan Islam atau Persis diantaranya
- Sebelum Perang Dunia II
– Penekanan pada Pendidikan
– Penerbitan
– Membela Islam
- Organisasi setelah Perang dunia ke II
– Organisasi dan Keanggotaan
– Tokoh- Tokoh Pimpinan
– Fasilitas Pendidikan
– Penerbitan
– Peran Penting fiqh
Dan pembaharuan yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama atau NU
diantaranya:
- 1980 dan 1990: kembali ke khitthah
– 1926: NU menyatakan diri keluar dari politik praktis dan kembali
menjadi jam’iyyah diniyyah
- Dikalangan generasi muda NU terlihat
dinamika baru dengan menjamurnya aktivitas sosial dan intelektual yang
nyaris tak tertandingi oleh kalangan masyarakat lain
- 1970 dan 1980, muncul wacana-wacana baru,
yang berani mempertanyakan interprestasi khazana klasik yang sudah mapan
dan mencari relevansi tradisi islam
- 1980 dan 1990 dominasi aktivitas dan
wacana tidak hanya berasal dari kasta kiai melainkan dari keluarga awam,
yang mengalami mobilitas sosial
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Hassan, al Furqon (Tafsir Qur’an)
(surabaya; Salim Nabhan, 1956)
Baso,
Ahmad. 2006. NU Studies; Pergolakan antara Fundamentalisme islam &
fundamentalisme neo- Liberal. Jakarta: Erlangga.
Howard
M.Federspiel, Persatuan Islam,Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX
Islam Digest ,
Republika, Ahad, 3 Oktober 2010 / 24 Syawal 1431 H
Martin
van Bruinessen, NU Tradisi, Relasi- Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru.
(Yogyakarta: LkiS, 1994)
Persatuan
Islam, Yayasan Pesantren di Bangil, Pesantren bagian Putra dan Putri (Bangil: Paersatuan Islam, 1960)
http://persatuan
islam.wordpress.com
http://organiasi
islam.wordpres.com,
[1]
Howard
M.Federspiel, Persatuan Islam,Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,hlm.14
[2]
Islam
Digest , Republika, Ahad, 3 Oktober 2010 / 24 Syawal 1431 H
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Islam
20
Nop. 12 21.43
[4] Howard M.Federspiel Op.Cit., hlm.14
[5] Wildan, Sejarah
Perjuangan, hlm. 41
[6] Ibid., hlm. 29-30
[7]
Islam
Digest , Op. Cit.,
[8]http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Islam
20 Nop. 12 21.43
[9]
Persatuan Islam, Yayasan Pesantren di Bangil, Pesantren bagian Putra dan
Putri (Bangil: Paersatuan Islam, 1960), hlm. 2-3
[10]
Howard m. Federspiel. Op.Cit hlm. 26
[11] Howard m. Federspiel. Op.Cit., hlm.29
[12]
Ibid., hlm. 33
[13]
Ibid., hlm. 157
[14]
Persatuan Islam, pesantren; Bagian Putera dan Puteri, hlm. 16-17
[15]
Ibid., hlm. 167-68
[16] Ahmad Hassan, al Furqon (Tafsir Qur’an) (surabaya; Salim Nabhan, 1956)
[17] Howard m. Federspiel. Op.Cit hlm.
172-173
[18]
http://persatuan islam.wordpress.com
2010, 14:30
[20]
Martin van Bruinessen, NU Tradisi, Relasi- Relasi Kuasa, Pencarian Wacana
Baru. (Yogyakarta: LkiS, 1994) hlm. 17
[21]
NU studies 79-80
[22] http://www.nu.or.id/a,public-m,static-s,detail-lang,id-ids,1-id,6-t,sejarah-.phpx
di akses pada 11 desember 2012 pukul 11.07
[24]http://zackyardan.jimdo.com/arsip/dialog/pembaharuan-muhammadiyah-persis-nu-dan-masyumi/
di akses pada 11 desember 2012 pukul 12.12
No comments:
Post a Comment