I. PENDAHULUAN
Salah satu kekhasan pendidikan
di Indonesia adalah adanya lembaga pendidikan pesantren. Secara historis,
pesantren telah ada dalam waktu yang relatif lama Pesantren adalah institusi
pertama di Nusantara yang mengembangkan pendidikan diniyah.
Sebagai lembaga pendidikan
diniyah, maka pesantren menjadi tumpuan utama dalam proses peningkatan kualitas
keislaman masyarakat. Dalam kata lain, maju atau mundurnya ilmu keagamaan waktu
itu sangat tergantung kepada pesantren-pesantren. Makanya pesantren menjadi
garda depan dalam proses islamisasi di Nusantara. Di masa awal proses
islamisasi, maka pesantrenlah yang mencetak agen penyebar Islam di Nusantara.
Perubahan pun tidak bisa
ditolak. Makanya terjadi perubahan di dunia pesantren, yang dalam khazanah
akademis disebut dari pesantren, madrasah ke sekolah. Pesantren memang
menerapkan konsep continuity and change atau dalam dalil pesantrennya
“al-muhafadzatu alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”. Yaitu
terus melakukan perubahan dan adopsi inovasi tetapi tetap mempertahankan
tradisi yang baik dan bermanfaat.
Salah satu yang terus ada di
tengah dunia pesantren tersebut dan mengalami fase pengembangan adalah madrasah
diniyah. Pendidikan keagamaan yang dilakukan melalui madrasah diniyah merupakan
suatu tradisi khas pesantren yang terus akan dilakukan, sebab inti lembaga
pesantren justru ada di sini. Ibaratnya adalah “jantung hati” pesantren.
Pesantren tanpa pendidikan diniyah tentu bukan pesantren dalam hakikat
pesantren. Pendidikan diniyah dalam banyak hal dilakukan oleh masyarakat, dan untuk
masyarakat. [1]

II. PEMBAHASAN
Madrasah merupakan “isim makan”
kata “darasa” dalam bahasa Arab, yang berarti “tempat duduk untuk belajar” atau
popular dengan sekolah. Lembaga pendidikan Islam ini mulai tumbuh di Indonesia
pada awal abad ke-20. [2]
Madrasah adalah tempat
pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran yang berada di bawah
naungan Departemen Agama. Yang termasuk ke dalam kategori madrasah ini adalah
lembaga pendidikan : Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Mu’allimat
serta Diniyah.[3]
Kata madrasah dalam bahasa Arab
berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran[4]. Dalam bahasa Indonesia
madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk
belajar dan memberi pengajaran[5]. Karenanya, istilah madrasah
tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai
rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain,
bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula[6]. sementara Karel A.
steenbrik justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dia beralasan
bahwa antara madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda[7].
Lahirnya madrasah ini adalah
lanjutan dari system di dunia pesantren gaya lama, yang dimodifikasikan menurut
model penyelenggaraan sekolah – sekolah umum dengan system klasikal. Di samping
memberikan pengetahuan agama, diberikan juga pengetahuan umum sebagai
pelengkap. Inilah cirri madrasah pada mula berdirinya di Indonesia sekitar
akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Sesuai dengan falsafah Negara Indonesia,
make dasar pendidikan madrasah adalah ajaran agama Islam, falsafah Negara
Pancasila dan UUD 1945.[8]
Lembaga pendidikan Islam yang
bernama Madrasah Diniyah adalah Lembaga pendidikan yang mungkin lebih disebut
sebagai pendidikan non formal, yang menjadi lembaga pendidikan pendukung dan menjadi
pendidikan alternatif.[9] Biasanya jam pelajaran
mengambil waktu sore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau, memulai
bakda isya’ hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam ini
tidak terlalu perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebih
mengedepankan pada isi atau substansi pendidikan.
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu –
ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama
yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum.[10]
Pada tahun 1910 didirikan Madrasah School (Sekolah Agama) yang dalam perkembangannya
berubah menjadi Diniyah School (Madrasah Diniyah). Dan nama madrasah Diniyah
inilah yang kemudian berkembang dan terkenal.
Madrasah pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M ajaran agama Islam
telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan,
dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu
pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam,
maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran,
matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.[11]
Madrasah Diniyah lahir dari ketidak puasan sebagian tokoh terhadap sistem
pendidikan Pesantren, sehingga mereka mencoba untuk membuat lembaga pendidikan
yang sedikit lain dengan Pesantren. Melalui organisai-organisasi sosial
kemasyarakatan mereka mulai mendirikan lembaga pendidikan misalnya organisasi
Muhammadiyah, Persatuan Muslim Indonesia (Permi), Diniyah, Thawalib, Pendidikan
Islam Indonesia (PII), dan sejumlah sekolah-sekolah yang tidak berafiliasi
kepada organisasi apapun.[12]
Setelah itu Madrasah Diniyah berkembang hampir di seluruh kepulauan
nusantara, baik merupakan bagian dari pesantren maupun surau, ataupun berdiri
di luarnya. Pada tahun 1918 di Yogyakarta berdiri Madrasah Muhammadiyah
(kweekschool Muhammadiyah) yang kemudian menjadi Madrasah Muallimin
Muhammadiyah, sebagai realisasi dari cita – cita pembaharuan pendidikan Islam
yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan.[13]
Di kemudian hari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulah yang menjadi
cikal bakal dari madrasah-madrasah formal yang berada pada jalur sekolah
sekarang. Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) mengakui bahwa setelah
Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyahlah yang
berkembang menjadi madrasah-madrasah formal (Asrohah 1999:193). Dengan
perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, dari jalur “luar
sekolah” yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi “sekolah” di bawah
pembinaan Departemen Agama.
Meskipun demikian tercatat masih banyak pula madrasah diniyah yang
mempertahankan ciri khasnya yang semula, meskipun dengan status sebagai
pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa yang lebih kemudian, mengacu pada
Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964, tumbuh pula madrasah-madrasah
diniyah tipe baru, sebagai pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid
sekolah umum. Madrasah diniyah itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendidikan
sekolah umum.[14]
Pendidikan diniyah adalah model atau sistem pembelajaran yang tumbuh dan
berkembang berbasis nilai, karakter, dan budaya. Diantara keutamaannya adalah
transformasi ilmu pengetahuan yang bersifat substansif dan egalitarian. Sistem
pendidikan di pondok pesantren terbukti telah melahirkan format keilmuan yang
multi dimensi yaitu ilmu pengetahuan agama, membangun kesadaran sosial dan
karakter manusia sebagai hamba Allah.[15]
Madrasah ini terbagi Kepada tiga jenjang pendidikan :
1) Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA)
MDA adalah Madrasah Diniyah
Awaliyah setingkat SD/MI[16] untuk siswa – siswa Sekolah
Dasar (4 tahun). Lembaga Pendidikan Madrasah Diniyah Awaliyah pada umumnya
merupakan pendidikan berbasis masyarakat yang bertujuan untuk memberikan bekal
kemampuan dasar kepada anak didik / santri yang berusia dini untuk dapat
mengembangkan kehidupannya sebagai muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal
saleh serta berakhlak mulia dan menjadi warga negara yang berkepribadian, sehat
jasmani dan rohaninya dalam menata kehidupan masa depan. Jumlah jam belajar 18
jam pelajaran seminggu.[17]
2) Madrasah Diniyah Wustho untuk
siswa – siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Yaitu satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarkan pendidikan agama Islam
tingkat menengah pertama sebagai pengembangan yang diperoleh pada madrasah
diniyah awaliyah dengan masa belajar 3 tahun, dan jumlah jam belajar 18
jam pelajaran seminggu.
3) Madrasah Diniyah ‘Ulya untuk
siswa – siswi Sekolah Lanjutan Atas
Yaitu satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarkan pendidikan agama Islam
tingkat menengah atas sebagai pengembangan yang diperoleh pada madrasah
diniyah wustha dengan masa belajar 2 tahun, dan jumlah jam belajar 18 jam
pelajaran seminggu[18]
Ciri – ciri Madrasah Diniyah adalah :
1)
Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari
pendidikan formal.
2)
Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi
sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat
diselenggarakan dimana saja.
3)
Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang
atau kelas-kelas secara ketat.
4)
Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat
praktis dan khusus.
5)
Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat,
dan warga didiknya tidak harus sama.
6)
Madrasah Diniyah mempunyai metode pengajaran
yang bermacam - macam.[19]
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73
Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang
diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat
masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok
pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh
Menteri Agama.[20]
Oleh karena itu, Menteri Agama dan Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka
membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan
terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan untuk
mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan dan lingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah
Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah Diniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4
tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah
Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang berasal dari sekolah Dasar dan SMP serta
SMU.[21] Sebagai bagian dari pendidikan
luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1. Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan
sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau
melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi
3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam
jalur pendidikan sekolah
Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang
bernapaskan Islam, maka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan
bekal kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.
1. Al-Qur’an Hadits
2. Aqidah Akhlak
3. Fiqih
4. Sejarah Kebudayaan Islam
5. Bahasa Arab
6. Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman dan
penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata
pelajaran aqidah akhlak berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada
santri agar meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba
Allah, meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungan dengan
Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaran Fiqih diarahkan
untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui
memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata
pelajaran yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan
dari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting
untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan
ilmu pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif.
Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif.
Oleh karena itu, pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat
Kantor Wilayah/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya
atau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk
mengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang
berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri
Agama dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah
diniyah.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. Madrasah
Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat
masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam
pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik
dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam.[23]
Secara operasional ketentuan madrasah diniyah diatur dalam Keputusan
Menteri Agama No.1 Tahun 2001 setelah lahirnya Direktorat Pendidikan Keagamaan
dan Pondok pesantren yang khusus melayani pondok pesantren dan madrasah
diniyah. Keberadaan madrasah diniyah dipertegas lagi dengan disahkannya
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan terutama pasal 21 ayat 1 hingga 3 menyebutkan
bahwa :
1) Pendidikan Diniyah nonformal
diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, majelis taklim, Pendidikan Al
Qur’an, Diniyah Taklimiyah atau bentuk yang sejenis
2) Pendidikan Diniyah nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan
3) Pendidikan dniyah nonformal
yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor
Departemen Agama Kabupaten / Kota setelah memenuhi ketentuan tentang
persyaratan pendirian satuan pendidikan.[24]
D. Fungsi dan Tujuan Madrasah Diniyah
D. Fungsi dan Tujuan Madrasah Diniyah
a. Menyelenggarakan pengembangan
kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi : Al Qur’an Hadist, Ibadah
Fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pendidikan agama Islam bagi yang memerlukan
c. Membina hubungan kerja sama
dengan orang tua dan masyarakat antara lain :
§ Membantu membangun dasar yang
kuat bagi pembangunan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya.
§ Membantu mencetak warga
Indonesia takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai orang lain.
d. Memberikan bimbingan dalam
pelaksanaan pengalaman agama Islam
e. Melaksanakan tata usaha dan
program pendidikan serta perpustakaan
Dengan demikian, madrasah Diniyah disamping berfungsi sebagai tempat
mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga berfungsi sebagai sarana untuk
membina akhlak al karimah ( akhlak mulia) bagi anak yang kurang akan pendidikan
agama Islam di sekolah – sekolah umum.[25]
a. Tujuan umum
1) Memiliki sikap sebagai muslim
dan berakhlak mulia
2) Memiliki sikap sebagai warga
Negara Indonesia yang baik
3) Memiliki kepribadian, percaya
pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
4) Memiliki pengetahuan
pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna
bagi pengembangan kepribadiannya.
b. Tujuan khusus
1) Tujuan khusus madrasah diniyah
dalam bidang pengetahuan :
a) Memiliki pengetahuan dasar
tentang agama Islam
b) Memiliki pengetahuan dasar
tentang bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam.
2) Tujuan khusus madrasah diniyah
dalam bidang pengamalan :
a) Dapat mengamalkan ajaran agama
Islam
b) Dapat belajar dengan cara yang
baik
c) Dapat bekerjasama dengan orang
lain dan dapat mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan
masyarakat
d) Dapat menggunakan bahasa Arab
dengan baik serta dapat membaca kitab berbahasa Arab
e) Dapat memecahkan masalah
berdasarkan pengalaman dan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan yang dikuasai
berdasarkan ajaran agama Islam
3) Tujuan khusus madrasah diniyah
dalam bidang nilai dan sikap :
a) Berminat dan bersikap positif
terhadap ilmu pengetahuan
b) Disiplin dan mematuhi peraturan
yang berlaku
c) Menghargai kebudayaan nasional
dan kebudayaan lainnya yang tidak bertentangan dengan agama Islam
d) Cinta terhadap agama Islam dan
keinginan untuk melakukan ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan
untuk menyebarluaskan.[26]
E. Model Pendidikan Madrasah Diniyah.
E. Model Pendidikan Madrasah Diniyah.
Peran vital Madrasah Diniyah bagi
masyrakat haruslah tetap dijaga sampai kapanpun, hal tersebut dapat diperoleh
jika model pendidikannya dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu solusinya
adalah dengan mengintergasikan Madrasah Diniyah ini kedalam lembaga pendidikan
pesantren atau lembaga pendidikan formal seperti MIN, MTs, dan MA.
Ada banyak langkah yang bisa
ditempuh untuk mewujudkan model pendidikan Madrasah Diniyah yang ideal antara
lain:
1)
Integralisasi
pendidikan Madrasah Diniyah dengan sistem pendidikan formal pondok pesantren
2)
Penerapan
manageman pendidikan secara baik dan benar
3)
Sistem
pembelajaran dilaksanakan harus dengan mengacu pada kurikulum.
4)
Melengkapi
Madrasah Diniyah dengan media pendidikan yang sesuai.[27]
F. Madrasah Diniyah Sebagai Pendidikan Formal
F. Madrasah Diniyah Sebagai Pendidikan Formal
Sebagaimana terdapat dalam
PP. No. 55 tahun 2007 pasal 15, bahwa madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah
formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama
Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Dalam pasal selanjutnya pasal 16 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa
pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang
terdiri atas 6 (enam) tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama sederajat
MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. Sedangkan untuk pendidikan diniyah
tingkat menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas sederajat
MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
Mengenai syarat-syarat menjadi peserta didik atau siswa dalam madrasah
diniyah, telah di atur dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ),
dan ( 4 ) bahwa untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah
dasar, seseorang harus berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun.akan tetapi
dalam hal daya tampung satuan pendidikan masih tersedia maka seseorang yang
berusia 6 (enam) tahun dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah
dasar. Kemudian untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah
menengah pertama, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yang
sederajat. Dan untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah
menengah atas, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah menengah pertama
atau yang sederajat.
Mengenai kurikulum madrasah diniyah sendiri, dalam PP No. 55
tahun 2007 pasal 18 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa madrasah diniyah
dasar atau pendidikan diniyah dasar formal harus wajib memasukkan muatan
pendidikan kewarganegaraan ( PKn ), bahasa Indonesia ( BI ), matematika, dan ilmu
pengetahuan alam ( IPA ) dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar.
Sedangkan Kurikulum pendidikan diniyah untuk tingkat menengah formal harus
wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan ( PKn ), bahasa Indonesia (
BI ), matematika, ilmu pengetahuan alam ( IPA ), serta seni dan budaya ( SB ).
Sebagaimana lembaga pendidikan formal pada umumnya, dalam madrasah diniyah
atau pendidikan diniyah di akhir pendidikan juga dilakukan sebuah ujian yang
bersifat nasional atau ujian yang dilakukan seluruh indonesia. Ujian nasional
pendidikan diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan standar
pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran
Islam. Mengenai ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan
diniyah dan standar kompetensinya ditetapkan dengan peraturan Menteri Agama
dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan.
Pada PP. No. 55 tahun 2007 pasal 20 ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) juga
dijelaskan bahwa pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan profesi berbentuk universitas,
institut, atau sekolah tinggi.
Kemudian Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan untuk setiap
program studi pada perguruan tinggi keagamaan Islam selain menekankan
pembelajaran ilmu agama, wajib memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa
Indonesia. Mata kuliah dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar
yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Pendidikan diniyah jenjang
pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mas’ud, dkk,
Dinamika Pesantren dan Madrasah, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002
Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Ciyarti, Peran Madrasah Diniyah
Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan
Kedungwuni Pekalongan,, Semarang : IAIN Walisongo Semarang, 2009
Hasbullah, Kapita Selekta
Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999
Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi
Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. VII; Jakarta: Balai
Pustaka, 1984.
Suwito, sejarah sosial
pendidikan islam, Kencana, Jakarta 2005
Nur Syam, urgensi madrasah diniyah, http://nursyam.sunan-ampel.ac.id 5 Januari 2013, 1.32
Headri Amin, Peningkatan Mutu
Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004),
Dawam Raharjo, Pergulatan Dunia
Pesantren Membangun Dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985)
Andi Saputra kru, http://andisaputrakrui.blogspot.com/2011/01/analisis-pp-no-55-tahun-2007.html
di akses pada 25 Desember 2012 pukul 16.14
Peraturan daerah kabupaten
pesisir selatan nomor: 08 tahun 2004 tentang kewajiban pandai baca dan tulis
al-quran dan mendirikan shalat bagi anak sekolah dan calon pengantin yang
beragama islam, Bab I, ketentuan Umum, Pasal (1) huruf (s)
Rahmat Sangit, Pemahaman dan
Permasalahan Madrasah Diniyah,http://sangit26.blogspot.com pada 5 Januari 2013,
01:16
http://aliyahcijulang.wordpress.com/2010/04/08/makalah-diniyah/
Pendidikan dan Peraturan
pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3
Mal An Abdullah dkk, Laporan
Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah
M. Ishom Saha, Dinamika
Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal
(Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005)
Headri Amin, Peningkatan Mutu
Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004)
Bagian Kesatu
Pendidikan
Keagamaan Islam
Pasal 14
(1)
Pendidikan
keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.
(2)
Pendidikan
diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
(3)
Pesantren
dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau program
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Paragraf 1
Pendidikan
Diniyah Formal
Pasal 15
Pendidikan
diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran
agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 16
(1)
Pendidikan
diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri
atas 6 (enam) tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP
yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
(2)
Pendidikan
diniyah menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas sederajat
MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
(3)
Penamaan
satuan pendidikan diniyah dasar dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) merupakan hak penyelenggara pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 17
(1)
Untuk
dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar, seseorang harus
berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun.
(2)
Dalam
hal daya tampung satuan pendidikan masih tersedia maka seseorang yang berusia 6
(enam) tahun dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar.
(3)
Untuk
dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah pertama,
seseorang harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yang sederajat.
(4)
Untuk
dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah atas,
seseorang harus berijazah pendidikan diniyah menengah pertama atau yang
sederajat.
Pasal 18
(1)
Kurikulum
pendidikan diniyah dasar formal wajib memasukkan muatan pendidikan
kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam dalam
rangka pelaksanaan program wajib belajar.
(2)
Kurikulum
pendidikan diniyah menengah formal wajib memasukkan muatan pendidikan
kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, serta
seni dan budaya.
Pasal 19
(1)
Ujian
nasional pendidikan diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan
standar pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari
ajaran Islam.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensi
ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan peraturan Menteri Agama dengan berpedoman kepada Standar
Nasional Pendidikan.
Pasal 20
(1)
Pendidikan
diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
vokasi, dan profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi.
(2)
Kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan
tinggi keagamaan Islam selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib
memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia.
(3)
Mata
kuliah dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar yang dinyatakan
dalam satuan kredit semester (sks).
(4)
Pendidikan
diniyah jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan.
Paragraf 2
Pendidikan
Diniyah Nonformal
Pasal 21
(1)
Pendidikan
diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim,
Pendidikan Al Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis.
(2)
Pendidikan
diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan
pendidikan.
(3)
Pendidikan
diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan
izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan
tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan.
Pasal 22
(1)
Pengajian
kitab diselenggarakan dalam rangka mendalami ajaran Islam dan/atau menjadi ahli
ilmu agama Islam.
(2)
Penyelenggaraan
pengajian kitab dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang.
(3)
Pengajian
kitab dilaksanakan di pondok pesantren, masjid, mushalla, atau tempat lain yang
memenuhi syarat.
Pasal 23
(1)
Majelis
Taklim atau nama lain yang sejenis bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia peserta didik serta mewujudkan
rahmat bagi alam semesta.
(2)
Kurikulum
Majelis Taklim bersifat terbuka dengan mengacu pada pemahaman terhadap Al-Qur’an
dan Hadits sebagai dasar untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT, serta akhlak mulia.
(3)
Majelis
Taklim dilaksanakan di masjid, mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat.
Pasal 24
(1)
Pendidikan
Al-Qur’an bertujuan meningkatkan kemampuan peserta didik membaca, menulis,
memahami, dan mengamalkan kandungan Al Qur’an.
(2)
Pendidikan
Al-Qur’an terdiri dari Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan
Al-Qur’an (TPQ), Ta’limul Qur’an lil Aulad (TQA), dan bentuk lain yang sejenis.
(3)
Pendidikan
Al-Qur’an dapat dilaksanakan secara berjenjang dan tidak berjenjang.
(4)
Penyelenggaraan
pendidikan Al-Qur’an dipusatkan di masjid, mushalla, atau ditempat lain yang
memenuhi syarat.
(5)
Kurikulum
pendidikan Al-Qur’an adalah membaca, menulis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an,
tajwid, serta menghafal doa-doa utama.
(6)
Pendidik
pada pendidikan Al-Qur’an minimal lulusan pendidikan diniyah menengah atas atau
yang sederajat, dapat membaca Al-Qur’an dengan tartil dan menguasai teknik
pengajaran Al-Qur’an.
Pasal 25
(1)
Diniyah
takmiliyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Islam yang diperoleh di
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam rangka
peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.
(2)
Penyelenggaraan
diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang.
(3)
Penyelenggaraan
diniyah takmiliyah dilaksanakan di masjid, mushalla, atau di tempat lain yang
memenuhi syarat.
(4)
Penamaan
atas diniyah takmiliyah merupakan kewenangan penyelenggara.
(5)
Penyelenggaraan
diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan tinggi.
Paragraf 3
Pesantren
Pasal 26
(1)
Pesantren
menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan menanamkan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu
agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang memiliki
keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.
(2)
Pesantren
menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan
lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah,
dan/atau pendidikan tinggi.
(3)
Peserta
didik dan/atau pendidik di pesantren yang diakui keahliannya di bidang ilmu
agama tetapi tidak memiliki ijazah pendidikan formal dapat menjadi pendidik
mata pelajaran/kuliah pendidikan agama di semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan yang memerlukan, setelah menempuh uji kompetensi sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
[2] Hasbullah, Kapita Selekta
Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 61
[3] Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
[4]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan
Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 50
[5] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 889.
[6] Prof. Dr. suwito, sejarah sosial pendidikan islam, Kencana, Jakarta 2005. Hlm : 214
[7] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 160
[8] Ridlwan Nasir, ibid, hlm. 90
[9]
Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu
Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal. 14
[10] Ridlwan Nasir, ibid, hlm. 95
[11]
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 161.
[12]
Dawam Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun
Dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985), hal. xi
[13] Hasbullah, ibid, hlm. 69
[15]Andi Saputra kru dalam http://andisaputrakrui.blogspot.com/2011/01/analisis-pp-no-55-tahun-2007.html
di akses pada 25 Desember 2012 pukul 16.14
[16]
Peraturan daerah kabupaten pesisr selatan nomor: 08
tahun 2004 tentang kewajiban pandai baca dan tulis al-quran dan mendirikan
shalat bagi anak sekolah dan calon pengantin yang beragama islam, Bab I,
ketentuan Umum, Pasal (1) huruf (s)
[18]Rahmat
Sangit, Pemahaman dan Permasalahan Madrasah Diniyah,http://sangit26.blogspot.com
pada 5 Januari 2013, 01:16
[20]
Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73
tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3
[21]
Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian,
Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, h. 4
[22]
M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia
:Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal (Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005),
h. 42
[24] PP No 55
tahun 2007, Paragraf
2 Pendidikan Diniyah Nonformal Pasal 21
[25] Ibid, hlm. 32
[26] Ibid, hlm. 32
[27]
Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu
Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal. 102
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang mendidik peserta didik menuju ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih baik. Madrasah merupakan nama lain dari sekolah, yang mempelajari tentang agama islam. Banyak katagori madrasah dalam lembaga pendidikan yaitu madrasa ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Mu’allimat serta Diniyah Jasa Penulis Artikel
ReplyDelete